Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Selasa, 23 November 2010

dari lampung post

Hihi Tak Takut Lagi
Oleh: Naqiyyah Syam, guru SDIT Way Jepara
DI sebuah hutan Angora, hiduplah dua ekor harimau. Kakaknya bernama Haha dan adiknya bernama Hihi. Mereka dua bersaudara yang saling menyayangi. Kedua harimau tersebut sudah tak memiliki kedua orang tua lagi. Mereka sangat mencintai hutan Angora. Mereka lahir dan dibesarkan di sana. Dulu, hutan Angora sangat subur dan makmur. Hewan-hewan hidup dengan sukacita karena tumbuhan tumbuh subur. Makanan berlimpah dan air mengalir deras. Kini, hutan Angora terancam punah. Banyak penebangan pohon secara liar dan pemburu hewan terjadi setiap harinya.
“Bagiamana Kak, hutan sudah semakin sepi, teman-teman kita sudah mengungsi,” ujar Hihi pada Haha, kakaknya.
“Tenanglah, kita akan menjaga hutan Angora ini. Tanah kelahiran kita,” jawab Haha.
“Tapi aku jadi kesepian. Teman-teman sudah jauh berjalan menuju hutan Ansana di balik bukit itu!” tunjuk Hihi sedih.
Tak jauh dari mereka berdiri terlihat kura-kura yang sedang berjalan lamban.
“Hei! Apa kalian tidak ikut mengungsi? Hutan ini sudah semakin sepi! Pemburu itu sudah semakin dekat!” sapa kura-kura.
“Iya, tapi kami akan tetap di sini!” jawab Haha tegas. Hihi hanya menunduk mengikuti kakaknya.
“Percuma kalian bertahan! Hutan sudah gundul dibabat habis para penebang liar. Teman-teman kita juga sudah banyak mati sia-sia karena diburu kulitnya. Rumah kita sudah tak aman lagi. Aku bahkan kehilangan semua anggota keluargaku, huhuhu....,” isak si Kur Kur, kura-kura yang menyapa mereka.
“Kami turut prihatin ya, kedua orang tua kami juga sudah tiada. Ditangkap pemburu-pemburu itu,” kata Hihi.
“Aku pergi dulu ya, kalian hati-hati. Kusarankan kalian segera mengungsi sebelum menyesal,” nasihat Kur Kur. Ia berjalan menuju hutan Aksana meninggalkan Haha dan Hihi.
Keesokan harinya terdengar suara bergemuruh! Pohon-pohon besar tumbang.
“Cepatlah kalian pergi mengungsi!” teriak Pit Pit, si burung pipit di atas mereka. Pipit sengaja terbang sedikit rendah.
“Kami tetap di sini saja,” Haha masih tetap dengan pendiriannya.
“Ah, kalian keras kepala!” ujar Pipit sedikit dongkol.
Hutan semakin sepi dan suara gemuruh kian terdengar. Tak lama kobaran api mulai terlihat jelas.
“Kak, pemburu dan penebang liar itu membakar hutan ini! Aku takut Kak!” Si Hihi merapat ke arah Haha. Api kian berkobar hingga mengelilingi mereka berdua. Dari jauh, Pak Tom Tom sedang mengamati kedua harimau itu dengan teropongnya.
“Hai, ternyata di sana masih ada dua ekor harimau yang sangat bagus kulitnya! Aku yakin mereka tak akan bisa bertahan lama. Api kian membesar dan akan membakar mereka, ha...ha...ha...” tawa Pak Tom Tom.
“Kak, lihat api telah mengepung kita!” teriak Hihi ketakutan.
“Aku akan melompat!” Kata Haha.
“Hah, tak mungkin! Api sudah semakin tinggi! Kita akan segera mati!” Wajah Hihi semakin pucat.
“Tapi kita belum berusaha meloncati kobaran api itu!” jawab Haha.
“Aku akan melompat dan kita akan berusaha mencari tempat yang lebih aman!” kata Haha.
Satu, dua, tiga, hap! Haha melompat dengan segenap tenaga.
“Hihi, ayo melompat!” teriak Haha setelah menemukan tempat yang aman. Api kian membara.
“Aku takut, Kak, biarlah aku mati saja!” Hihi mulai menangis.
“Kamu tidak boleh berkata begitu! Kamu harus berusaha! Jangan menyerah! Ayo cepat!,” kata Haha.
“Tidak! Aku takuuut!” Hihi menutup matanya. Api kian membesar. Tiba-tiba Haha melompat kembali ke arah Hihi. Kini keduanya berpelukan.
“Kamu harus kuat adikku, keluarkan segenap tenagamu! Ingatlah jika kau berusaha, kau akan berhasil! Yakinlah!”
“Tapi Kak,......,” Hihi masih ragu.
“Orang tua kita sangat pemberani, kau juga harus berani!”
“Baiklah Kak, aku akan mencoba!” Hihi mulai berani. Ia mengumpulkan segenap tenaganya. Dan, hup! Sekali saja lompatan, Hihi berhasil melompati api yang besar itu.
“Hore! Aku berhasil Kak!” teriak Hihi gembira. Tak lama, Haha pun melompat dengan tinggi menyusul Hihi. Kini keduanya sudah berada di tempat yang aman dari kobaran api. Mereka cukup lega, telah melawan rasa takut yang selama ini menyerang. Di kejauhan Pak Tom Tom tampak geram dan marah.
“Huh! Mereka berhasil lolos! Aku tak mengira mereka sangat berani melompat kobaran api itu! Sial!” umpat Pak Tom Tom.
“Sepertinya kita memang harus meninggalkan hutan Angora ini, Dik,” kata Haha sedih.
“Hutan ini sudah tak aman bagi kita. Tapi aku bangga melihatmu tadi melompat dengan gagah berani. Kini kau sudah tak takut lagi!” puji Haha.
“Iya Kak, aku mulai berani melompat dengan tinggi, semua karena kakak menyemangatiku. Baiklah Kak, kita segera berkemas dan menyusul teman-teman ke hutan Ansana. Semoga kita tidak kemalaman sampai di sanam,” ujar Hihi. Keduanya berjalan meninggalkan hutan Angora yang mulai terbakar akibat kekejian para pemburu dan penebangan liar. Walaupun tak berhasil menjaga hutan Angora seperti pesan kedua orang tuanya, Haha senang kini Hihi tak takut lagi!

0 komentar:

Posting Komentar